LuthfiBashori. Tak hanya mendaku sebagai pejuang Islam atau NU Garis Lurus, kelompok ini juga mengklaim sebagai etafet pemikiran dakwah Sunan Giri. Gerakan ini, boleh jadi merupakan semacam bentuk tandingan atau perlawanan terhadap faham-faham pemikiran yang mereka anggap sesat macam pluralisme, sekularisme, liberalisme atau faham "Syi'ahisme".
PengakuanMenag dan langkah Jokowi yang mengadakan peringatan Isra' Mi'raj pada Jum'at (15/5/2015) lalu di Istana Negara dengan cara seperti itupun mendapat kecaman keras dari tokoh Nahdhatul Ulama (NU) Garis Lurus, KH Luthfi Bashori Alwi. KH Luthfi juga mengungkapkan bahwa Menag Lukman sejatinya merupakan tokoh liberal.
Jakarta Keberadaan kalum liberal yang menyusup ke dalam badan Nahdhatul Ulama (NU) kian mencoreng citra perjuangan Nahdhiyin di Tanah Air.Dengan demikian, secara tegas NU Garis Lurus mendorong ulama-ulama dan kadernya untuk terus membela yang haq meskipun itu pahit. Berikut rangkaian hujjah bahwa Nahdhatul Ulama adalah anti-liberal, dalam pernyataan NU Garis Lurus, sebagaimana dilansir pada
UstazAbdul Somad atau biasa disebut dengan UAS adalah salah satu fenomena di jagat dakwah Islam saat ini. Nilai jualnya ada di keluasan ilmunya dalam ilmu
Munculnyakelompok-kelompok NU Garis Lurus dan NU Kultural atau NU Garis Lucu adalah reaksi terhadap prilaku bengkok Pengurus NU, paling tidak itu yang disampaikan oleh KH Idrul Ramli, Singa Aswaja dari Jember itu. Wallahu a'lam bishawab, Wallahumuawafiq illa shirati al mustaqim.
Semuaulama besar dan para imam kita adalah dari kalangan mereka; al-Baqilani, al-Isfaraini, imamul Haramain al-Juwaini, Abu Hamid al-Ghazali, al-Fakhr ar-Razi, al-Baidhawi, al-Aimidi, asy-Syahrastani, al-Baghdadi, Ibnu Abdissalam, Ibnu Daqiqil Id, Ibnu Sayyydinnas, al-Balqini, al-Iraqi, an-Nawawi, ar-Rafi'i, Ibnu Hajar al-Atsqalani dan as-Suyuthi.
4Hp5Ec. NU Garis Lurus menanggapi tulisan KH. Imam Jazuli yang berjudul "Menimbang Radikalisme NU Garis Lurus Neo-Khawarij†yang dimuat oleh Tribunnews pada 9 November 2019. Baca Juga DPR dan Pemerintah Sepakati Biaya Haji 2023 Rp 90 Juta Terungkap, Ternyata NII Rancang Aksi Lengserkan Jokowi Sebelum Pemilu 2024 Berhasil Ungkap Kasus Korupsi Besar, Firli Bahuri Layak Jadi Calon Alternatif 2024 Sudah jama' diketahui bahwa ketiga tokoh di atas adalah ulama berfahamkan Ahlussunnah wal Jamaah. KH. Luthfi Bashori adalah putra dari KH Bashori Alwi, seorang Ulama sepuh NU di Jawa Timur. Background pendidikan KH Luthfi Bashori adalah dari Pesantren Abuya Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki sorang "Pendekar Aswaja Makkah†yang gencar melawan Neo Khawarij. Beliau juga masih aktif di kepengurusan MWC NU Singosari Malang. Adapun karya tulis beliau adalah "Musuh Besar Umat Islam†dan "Sunni dan Wahabi, Dialog Ilmiah Seputar Amaliah Ahlussunnah wal Jamaahâ€.Perlu ketahui, representasi dari neo khawarij ialah Wahabi Musuh Besar Umat Islam†karya beliau ini terfokus pada pembahasan sekte Liberalisme yang membahayakan aqidah umat Islam. Buya Yahya awal belajar di Madrasah Diniyah yang diasuh oleh KH. Imron Mahbub. Pada tahun 1988 sampai 1993, Buya Yahya kembali melanjutkan pendidikannya di Pondok Pesantren Darullughah Waddawah di Bangil. Kala itu pesantren tersebut diasuh oleh Habib Hasan bin Ahmad tahun 1993 sampai 1996, Buya Yahya pernah mengajar di Pondok Pesantren Darullughah Waddawah Bangil. Namun di tahun 1996 Buya Yahya berangkat ke Universitas Al Ahgaff Yaman atas perintah dari Habib Hasan Bin Ahmad Baharun. Beliau menempuh pendidikan di Yaman selama 9 tahun atau tepatnya sampai tahun 2005. Tidak hanya menempuh pendidikan di Universitas Ahgaff, Buya Yahya juga belajar di Rubath Tarim yang diasuh oleh Habib Salim Buya Yahya menempuh pendidikan di Yaman, beliau memang banyak belajar mengenai ilmu fiqih dari para Mufti Hadramaut diantaranya adalah Habib Ali Masyur bin Hafidz, Syekh Fadhol Bafadhol, dan Syekh Muhammad Al Khathib. Selain ilmu fiqih, beliau juga belajar mengenai ilmu hadist dari para ahli hadist diantaranya Sayyid Amad bin Husin Assegaf, Habib Salim Asysyatiri serta DR. Ismail Kadhim Al Aisawi. Selain itu Buya Yahya juga mengambil ilmu ushul fiqih dari ulama-ulama ahli. Selain belajar, Buya Yahya juga pernah mengajar di Fakultas Tarbiyah dan Dirosah Ilamiah di Universitas Ahgaff Yaman selama 3 tahun. Idrus Ramli sendiri mendalami ilmu Agama di Pesantren salaf Sidogiri selama 18 tahun. Menerima ijazah sanad dari Syaikh Yasin al-Fadani, Makkah al-Mukarramah. Pengabdiannya di NU adalah lewat LBM Lembaga bahtshul masail dan RMI Rabithah Maahid Islamiyah PCNU Jember bahkan pernah pula menjabat di LTN Lajnah Talif wan Nasyr di NU Jawa Timur. Karya beliau di antara Madzhab al-Asy'ari Benarkah Ahlussunnah wal Jamaah, Jawaban Terhadap Salafi, Pintar Berdebat Dengan Wahabi, melihat dari riwayat hidup para tokoh tersebut, baik dari trah keturunan, institusi pendidikan, medan dakwah serta percikan pemikiran yang tertuang dalam karya mereka. Tidak satupun mencerminkan tokoh-tokoh yang dituduh Imam Jazuli ini sebagai para penggerak Neo Khawarij. Jika hanya lantaran para tokoh itu memilih medan dakwah nahi mungkar dalam bidang aqidah, kemudian dituduh sebagai orang yang berfahamkan Khawarij, lalu bagaimana dengan ulama-ulama dahulu yang berdakwah dalam bidang aqidah semisal Imam al-Ghazali, Syaikh Abdul Qahir al-Baghdadi bahkan sampai Syaikh Hasyim Asy' menanggapi tuduhan KH. Imam Jazuli yang mengatakan bahwa ketiga tokoh adalah pemimpin NU Garis Lurus, terpapar Neo Muktazilah, melakukan pentahrifan kitab Syaikh Hasyim Asy'ari, melakukan penyelewengan dan penyempitan ajaran komperhensif-holistik dari Syaikh Hasyim Asy'ari dan masih banyak lainnya. NU Garus Lurus kemudian mengambil beberapa tulisan KH. Imam Jazuli yang cenderung menfitnah dan yang perlu tentang tulisan KH Imam Jazuli, bahwasannya ketiga tokoh tersebut petinggi NU Garis Lurus, dalam tulisannya menulis"Dengan gaya radikal, NU Garis Lurus menjelma gerakan neo-khawarij, yang menuduh sesat siapa saja yang menyimpang dari tafsir keagamaan versi dirinya, termasuk Gus Dur, M. Quraish Shihab, dan Kiai Said Aqil Siradj. Tokoh-tokoh NU Moderat ini tidak lepas dari cercaan mereka. Mencerca tokoh NU moderat sama persis dengan saat mencerca kelompok Jaringan Islam Liberal Ulil Abshar Abdalla, dkk..â€Menurut KH Luthfi Bashori, selaku ketua NU Garis Lurus ketika dikonfirmasi menjelaskan bahwa julukan NU Garis Lurus adalah murni bahasa wartawan majalah Alkisah. Jadi NU Garis Lurus itu bukanlah sebuah organisasi, tetapi sebuah sikap keagamaan yang melekat pada ketiga tokoh. "Siapapun orangnya, selama ia berbasis Ormas NU dan masih berpikiran lurus sesuai pemikiran Syaikh Hasyim Asyari, bukan seperti oknum-oknum petinggi NU struktural yang terserang pemikiran Liberal dan ada yang Syiah, maka orang tersebut, baik dari NU Struktural, maupun kultural, mereka tergolong NU Garis Lurus,†terang KH Luthfi Bashori dalam keterangan resminya pada Kantor Berita , Kamis 14/11.Menurut KH Luthfi Bashori, sikap ini mengikuti para pendahulu NU, seperti saat KH. As'ad Syamsul Arifin yang pernah menolak kepemimpinan Gus Dur, karena perilaku Gus Dur yang beliau nilai telah keluar dari aturan Tempo edisi 2 Desember 1989, saat itu KH. As'ad mengatakan, "Saya memilih mufaraqah memisahkan diri, tetap di satu masjid tapi tidak mau jadi makmum. Ya, bagaimana, wong ketika salat imamnya kentut atau kelihatan ‘anu’-nya. Masak saya mau makmum jugaâ€.Sebagai budayawan, Gus Dur saat itu menganggap aktif di bidang kesenian adalah bagian dari dakwah. Karena itu, dia tak menolak saat diminta memimpin Dewan Kesenian Jakarta, menjadi juri film, membuka Malam Puisi Yesus Kristus, dan cenderung membela Syiah. Perilaku yang tidak menunjukkan sifat tashawwuf dan zuhud dari Gus Dur ini ditanggapi keras oleh Kiai As'ad."Ketua NU kok jadi pimpinan ketoprak," begitu Kiai As'ad menumpahkan kekesalannya seperti tertuang dalam buku Kharisma Kiai As'ad di Mata Umat karya Syamsul A. Hasan. Kedua, tuduhan Neo Khawarij kepada tokoh-tokoh di atas yang dinisbatkan kepada kelompok Khawarij dengan istilah Neo Khawarij. Menanggapi hal ini, KH Luthfi Bashori menyebut bahwa Neo Khawarij sendiri diambil dari kata Neo†dan Khawarijâ€. Neo berasal dari kata /néo-/ yang memiliki arti baru†atau yang diperbaruiâ€. Sedangkan Khawarij†merujuk pada sebuah faham sempalan dalam Islam. Jadi Neo Khawarij berarti menggambarkan munculnya Khawarij baru dari tokoh-tokoh di atas, namun sayangnya penulis tidak memberikan contoh yang jelas tentang tuduhan khawarij menurut Syaikh Abul Mansur Abdul Qahir al-Baghdadi dalam kitab al-Farqu Baynal Firaq†ialah satu faham sempalan dalam Islam yang berkeyakinan bahwa iman tidaklah cukup hanya dilafalkan dengan kalimat Syahadah, iman harus diikuti amal shaleh. Konsep ini berkembang pada titik pengkafiran pada orang yang melakukan dosa besar. Contoh, orang yang meninggalkan kewajiban haji masuk kategori kafir. Sebab hal ini menyalahi al-Quran Ali imron QS 97. Intinya, faham Khawarij ini faham takfiri. Benarkah KH. Luthfi Bashori, Buya Yahya dan KH Idrus Ramli berfahamkan Khawarij. Ini tuduhan gegabah yang dilakukan seorang yang mengaku akademisi. Berikut kutipan selengkapnya KH Luthfi Bashori Bagaimana Anda menanggapi tuduhan KH. Imam Jazuli bahwa NU Garis Lurus dianggap terlalu menggeneralisir semua Syiah wajib dimusuhi?Imam Jazuli melakukan tuduhan kepada kami di atas mentahrif kitab "Risalah Ahlussunnah wal Jamaah†dengan menggeneralisir semua Syiah wajib dimusuhi. Dia menyebut Syaikh syaikh Asyari tidak memusuhi Syiah secara umum, namun hanya kepada Syiah Rafidhah. Dalam tulisannya Imam Jazuli menulis"Dalam rangka menyerang NU Moderat, NU Garis Lurus mengangkat isu-isu lama, seperti permusuhan terhadap Syiah dan Ahmadiyah. Ironisnya, NU Garis Lurus terperdaya oleh kaum Wahhabi yang mentahrif atau mengubah teks kitab ar-Risalah karya Hadratus Syeikh Hasyim Asyari. Mbah Hasyim tidak memusuhi kelompok Syiah secara umum, tetapi khusus Syiah Rafidhah, yakni mereka yang memusuhi para sahabat Indonesia, kelompok Syiah Rafidhah itu tidak ada. Tetapi, karena terjebak oleh versi Wahhabi, NU Garis Lurus menyamakan seluruh Syiah tanpa mampu membedakannya dengan Rafidhah. Dari sinilah potensi destruktif aliran NU Garis Lurus terlihat nyata. Sehingga ia tak ubahnya dengan golongan radikalis Islam lainnyaâ€.Yang perlu dipersoalkan dalam paragraf di atas ialah pertama, alih-alih mengkritik NU Garis Lurus yang dinisbatkan kepada kami, Imam Jazuli terjebak pada istilah NU Moderat. NU disandingkan dengan Moderat. Sedangkan moderat sendiri adalah lahir dari Barat Sekuler Liberal yang anti terhadap agama. Menurut Dr Hamid Fahmi Zarkasyi pakar bidang pemikiran, konsep moderat berbeda dengan konsep washathiyah atau tawasshut dalam istilah NU. Washathiyah identik dengan keadilan, menunjukkan kemuliaan, kebaikan, keseimbangan dunia-akhirat, tidak berlebihan tidak juga meremehkan ibadah atau perintah agama. Sehingga wasathiyah merupakan sifat dari Islam moderat menurut Barat, adalah dengan ciri-ciri Muslim yang tidak anti semith tidak anti Yahudi, kritis terhadap Islam dan menganggap Nabi Muhammad tidak mulia dan tidak perlu diikuti, pro kesetaraan gender, menentang jihad, menentang kekuasaan Islam, pro pemerintahan sekuler, pro Israel, pro kesamaan agama-agama, tidak merespons terhadap kritik-kritik kepada Islam dan Nabi Muhammad, anti pakaian Muslim, tidak suka jilbab, anti syariah dan anti terorisme. Inilah arti moderat menurut Barat. Dengan menggunakan istilah yang diadopsi dari konsep milik Barat Liberal, maka bisa dikatakan bahwa jika Imam Jazuli yang lulusan al-Azhar ini dengan atau tanpa sengaja dia sudah berpikiran liberal. Fenomena demikian tidak aneh, sebab sudah banyak sekali orang-orang bahkan tokoh yang terjebak pada pemikiran liberal baik sengaja maupun tidak. Tentunya banyak faktor yang menyebabkan seseorang itu menjadi liberal tanpa Imam Jazuli menilai NU Garis Lurus melenceng dari pemikiran Syaikh Hasyim Asy'ari?Imam Jazuli tidak faham pemikiran Syaikh Hasyim Asy'ari, dengan mengatakan bahwa para tokoh yang dituduh NU Garis Lurus ini telah melakukan tahrif kepada kitab Risalah Ahlusunnah wal Jamaah kitab Syaikh Hasyim Asy'ari, yang katanya Syaikh Hasyim Asy'ari tidak memusuhi Syiah pada umumnya. Perlu diketahui, dalam kitab al-Farqu bainal Firaq, Syiah secara Global dibagi menjadi tiga yaitu Syiah Zaidiyah, Syiah Rafidha dan Syiah Ghulluw. Ketiga kelompok Syiah ini berpecah menjadi beberapa kelompok lagi yang mana ada di antara mereka saling mengkafirkan. Adapun dari ketiga kelompok besar itu, hanya kelompok Zaidiyah yang memiliki kesamaan dengan Ahlussunnah wal jamaah. Namun meski kelompok zaidiyah adalah kelompok paling dekat dengan Ahlussunnah wal jamaah, ternyata Syaikh Hasyim Asy'ari dalam muqaddimah Qanun Assasi lil Jamiyyah Nahdhlatul Ulama mengatakan Syiah Zaidiyah termasuk kelompok Ahlul Bid'ah. Sebagaimana penulis kutip dari tulisan Kholili Hasib M. Ud seorang pakar bidang aliran sesat dan anggota MUI Jawa Timur, dalam bukunya "Sunni dan Syiah Mustahil Bersatu, dan sub bab Kyai Hasyim Asy'ari tentang Syiahâ€.Dalam sejumlah kitab yang ditulis oleh beliau Syaikh Hasyim Asyari, kekeliruan aqidah Syi'ah dibahas dengan panjang lebar dan dengan rujukan ulama salaf. Jelasnya, sebelum beliau mengambil sebuah kesimpulan, beliau sering mengutip pendapat ulama terdahulu dan hadits Nabi Muhammad saw. Beberapa karya beliau yang layak untuk disebutkan, misalnya adalah, Muqaddimah qanun Asasi lil jamiyah nahdhlatul Ulama, Risalah Ahlussunnah wal jamaah, al-Nur al-Mubin fi Mahabbati Sayyid al-Mursalin, dan al-Tibyan fi Nahyi an Muqatha'ah al-Arham wa al-Aqrab madzhab lain seperti Syiah Imamiyah dan Syiah Zaidiyah adalah Ahli Bid'ah. Dan sehubungan itu, apapun pendapat yang berasal dari mereka tidak boleh Syiah Zaidiyah yang dekat dan memiliki kesamaan dengan Ahlussunnah wal jamaah dinyatakan Ahli Bid'ah dan dilarang masyarakat Nahdhiyin untuk mengambil pendapat dari mereka. Bagaimana dengan kelompok Syiah lainnya yang tentunya lebih ekstrim dan radikal?Dalam hal ini tidak dibutuhkan logika level tinggi untuk mencernanya. Jadi adanya perubahan kitab Risalah Ahlussunnah wal Jamah yang dilakukan tokoh ketiga tokoh di atas ini, hanyalah tuduhan keji semata yang tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat. Hal ini bisa masuk dalam ranah pelanggaran hukum, karena telah menuduh tanpa bukti paragraf akhir Imam Jazuli menulis "Jangan sampai menuruti hawa nafsu kekuasaan lalu tega hati melakukan penyelewengan dan penyempitan atas ajaran komprehensif-holistik dari Hadratus Syeikh Hasyim mereka yang menjadi pengurus NU struktural banyak yang melakukan penyelewengan. Contohnya, terjadi kerjasama antara NU struktural dengan Syiah Iran. Bahkan jauh sebelum itu, Gus Dur dengan tak sungkan-sungkan mengatakan bahwa NU adalah Syiah Minus Imamah. Menurut Sumber Majalah Berita Mingguan GATRA Edisi 25 November 1995 bahwa Kyai Bashori Alwi mengatakan pernah mendengar pidato Gus Dur di Bangil, Jawa Timur, menyebut Ayatullah Khomeini sebagai waliyullah atau wali terbesar abad ini. Padahal, menurut pendapat Ahlusunah wal Jamaah, jelas bahwa Syiah itu menyimpang dari Kyai Bashori Alwi bertanya, "Bagaimana sih sebenarnya akidah sampeyan tentang Syiah ini?†. Menurut Effendy Choiri, yang dikenal sebagai pendukung Gus Dur, jawaban Gus Dur sebagai berikut "Dari segi akidah, memang beda antara Syiah dan Sunni. Saya melihat Khomeini itu waliyullah bukan dalam konteks akidah, melainkan dalam konteks sosial. Khomeini adalah satu-satunya tokoh Islam yang berhasil menegakkan keadilan, memberantas kezaliman, dan lain-lain. Jadi soal akidah kita tetap beda dengan Syiah."Padahal jelas dan tegas sebagaimana kita bahas di atas, bagaimana Hadratus Syaikh Hasyim Asy'ari dalam berbagai kitabnya mengatakan bahwa aliran Syiah adalah sesat, hatta itu Syiah Zaidiyah, serta melarang masyarakat NU untuk menjalin hubungan baik siapa yang sebenarnya melakukan penyelewengan terhadap pemikiran Syaikh Hasyim Asy'ari? Wallahu a'lam bis shawwab.[aji] Baca Juga Said Abdullah Bantah DPR Percepat Pengesahan RUU KUP Nusron Wahid Minta Masyarakat Tidak Suudzon Terkait Kebakaran Kilang Minyak Pertamina di Cilacap Pemilihan Calon Anggota BPK Relatif Monopolistik DPR
Deprecated Function WP_Query was called with an argument that is deprecated since version caller_get_posts is deprecated. Use ignore_sticky_posts instead. in /home/u5450082/public_html/ on line 5697 Notice Undefined variable arkrp in /home/u5450082/public_html/ on line 435 Deprecated Function ark_content_rss is deprecated since version Use the_content_feed instead. in /home/u5450082/public_html/ on line 5413 Notice Undefined variable excerpt in /home/u5450082/public_html/ on line 521 Deprecated Function ark_content_rss is deprecated since version Use the_content_feed instead. in /home/u5450082/public_html/ on line 5413 Notice Undefined variable excerpt in /home/u5450082/public_html/ on line 521 Deprecated Function ark_content_rss is deprecated since version Use the_content_feed instead. in /home/u5450082/public_html/ on line 5413 Notice Undefined variable excerpt in /home/u5450082/public_html/ on line 521 Deprecated Function ark_content_rss is deprecated since version Use the_content_feed instead. in /home/u5450082/public_html/ on line 5413 Notice Undefined variable excerpt in /home/u5450082/public_html/ on line 521 Deprecated Function ark_content_rss is deprecated since version Use the_content_feed instead. in /home/u5450082/public_html/ on line 5413 Notice Undefined variable excerpt in /home/u5450082/public_html/ on line 521Tokoh Muda NU Garis Lurus Belajarlah dari Muhammadiyah Jadilah seperti Muhammadiyah, mandiri dalam segala bidang. Karenanya, sikap-sikap politik dan kenegaraan mereka pun mandiri. Tidak banyak mudahanah, cari-cari muka, tidak mengaku paling NKRI, tidak mengaku paling Pancasilais, pengakuan mereka tidak diperlukan sebab tindakan mereka lebih dari cukup untuk menjadi bukti. Muhammadiyah selalu bisa diharapkan, bahkan saat Revolusi Jilbab di era orde baru, saat siswa-siswa berjilbab begitu didiskriminasikan, sekolah-sekolah Muhammadiah lah yang menampung mereka. Kasus Siyono yang terbaru, Muhammadiyah pula yang advokasi. Kasus penistaan agama oleh BTP, Muhammadiyah pula yang menempuh jalur hukum beserta elemen lainnya. Muhammadiyah pun banyak mengajukan judicial review atas undang2 yang merugikan rakyat. Ketika liberalisme agama menyerang pemuda-pemuda, pemuda-pemuda Muhammadiah pun terdampak tapi tak banyak, juga tak berkembang. Warga Muhammadiah tak begitu tertarik menjual agama demi uang, sebab perut mereka sudah cukup, mereka mandiri, mereka pun banyak memberi. Saya dengar salah satu kisah dari sesepuh kami, gerakan Misionaris di salah satu kampung kewalahan bersaing dengan Muhammadiyah. Mereka memberi beras, Muhammadiyah juga memberi beras, mereka buat TK, Muhammadiyah juga buat TK, mereka bagikan permen, Muhammadiyah pun bagikan permen. Akhirnya, ummat lapar itu lebih memilih ngaji ke TK Muhammadiyah, sama2 Islam, sama2 dapat beras. Saya yakin, semua keberkahan ini berawal dari kata-kata Kyai Dahlan “hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup dari Muhammadiyah*” *Salam hormat untuk Muhammadiyah. Ingin belajar dari Muhammadiyah.* Gus Asror. Pesantren Sidogiri, NU GARIS LURUS Continue Reading
Synopsis Two years after it was first introduced, the Islam Nusantara theology of Nahdlatul Ulama NU, the largest Indonesian Islamic organisation, continues to face opposition from more conservative factions. This is casting a shadow over NU’s effort to promote the middle ground and toleration in Indonesia. Commentary TWO YEARS after the idea of Islam Nusantara was first introduced as a reinterpretation of the Nahdhlatul Ulama’s basic theological tenets, it continues to face opposition from conservative factions. Backing the resistance are theological critiques from younger clerics who seek to eradicate liberal influences from the organisation, the largest in Indonesia. The rift between the factions of NU current chairman Said Aqil Siradj and former general chairman Hasyim Muzadi can be seen in the East Java strongholds of NU. The opposition by NU Garis Lurus NU True Path, consisting of influential young clerics, constitutes a serious challenge to NU’s theological frame that had been instituted by former President Abdurrahman Wahid and his followers over three decades. These popular young clerics argue that Islam Nusantara is an invention of “liberal” thinkers while there is only one universal Islam for all Muslims that does not require “localised” intepretations such as Islam Nusantara. Reinterpretation of NU theology Introduced during NU’s national congress in Jombang, East Java two years ago, Chairman Said Aqil Siradj, said Islam Nusantara is the reinterpretation of NU’s basic theological tenets, which combines classical Islamic theology aqidah, jurisprudence fiqh and localised practices, such as offering prayers to the deceased tahlilan. It emphasises the understanding that Indonesian Muslims do not necessarily have to forgo their national and local identities. Instead, these values can coexist with their Islamic identities and together, they can lead one to be a devout Muslim and an Indonesian nationalist at the same time. This reinvention of NU theology has two purposes. Firstly, it is to respond to radical interpretation of Islam such as those expressed by the self-proclaimed Islamic State IS, which has gained attraction among some young Muslims worldwide, including those living in Indonesia. Secondly, it is to distinguish NU theology from more conservative organisations such as Hizbut Tahrir Indonesia HTI and other similar groups. NU leaders believe these groups are actively seeking new supporters from the ranks of NU followers, mainly those under 30. Critiques of Islam Nusantara Idea NU has held multiple seminars and conferences promoting Islam Nusantara for Indonesian as well as international audiences. It held two international conferences of Islamic scholars in November 2015 and May 2016. Its Research and Human Resources Development Institute Lakpesdam, and affiliated NU faculty at the State Islamic Universities UIN system, have regularly sponsored workshops on Islam Nusantara in numerous localities throughout Indonesia. However, despite these numerous activities, opposition against Islam Nusantara remains strong, not just from outside of the organisation, but also from numerous clerics and activists among NU’s followers. Some of this opposition can be attributed to factional rivalries within NU, especially between current chairman Said Aqil and the previous chairman Hasyim Muzadi. The previous chairman unsuccessfully challenged Said Aqil’s re-election bid as NU chairman during the 2015 muktamar. The failed attempt created a feud between the two factions that has not been fully resolved to this day. The rift can be seen clearly in East Java province, which historically is one of NU’s most important strongholds. As Hasyim Muzadi was the head of the organisation’s East Java branch before he was elected NU chairman in 2000, he commands significant following from senior clerics kyai and activists from the province. These clerics in turn order their boarding schools pesantren and students santri to oppose Islam Nusantara to reject Said Aqil’s legitimacy as NU chairman. Influential NU pesantrens such as Lirboyo in Jombang district and Sidogiri in Pasuruan district have announced their rejection of Islam Nusantara, causing a blow to Said Aqil’s effort to promote the theology among NU followers living in East Java. Rise of NU Garis Lurus Critiques of the idea of Islam Nusantara also come from the theological ground. A group of young NU kyai have formed a new organisation called the True Path NU’ NU Garis Lurus in 2015. Kyai Muhammad Idrus Ramli, the organisation’s founder and chairman, states that it wishes to eradicate liberal’ theological influence from the NU, as he argues that they have corrupted the organisation’s original aim as an Islamic organisation adhering to Sunni principles Ahlus Sunnah wal Jamaah. These liberal’ influences are not just limited to the ideas articulated by progressive NU activists such as Ulil Abshar Abdalla, but also those articulated by the late Abdurrahman Wahid, NU’s long-time chairman 1984-1999 and Indonesia’s fourth president 1999-2001. Wahid successfully led NU to embrace values such as democracy and religious tolerance; NU Garis Lurus serves as the most serious challenge towards NU’s theological frame that Wahid and his successors have instituted within the organisation over the past three decades. A number of young NU clerics with significant popular following have affiliated themselves with NU Garis Lurus. This includes Buya Yahya, a charismatic preacher who is widely considered to be a future leader of the NU. He has become a strong critic of Islam Nusantara, arguing that it is invented by liberal’ thinkers such as Ulil Abshar Abdalla and Azyumardi Azra. Buya Yahya believes that there is only one universal Islam for all Muslims and thus, there is no need for localised’ Islamic interpretations, whether they are Islam Nusantara, Middle Eastern Islam, or others. NU Garis Lurus activists are also known for their close alliance with activists from conservative Islamist groups, including Islamic Defenders Front FPI and Indonesian Mujahidin Council MMI, bypassing the theological divide that sharply distinguishes NU from these groups. Its activists participated in the 4 November and 2 December 2016 rallies in Jakarta, calling for the trial of the city’s governor Basuki Tjahaja Purnama for allegedly committing a blasphemous act against Islam. NU Garis Lurus Not To Be Ignored The NU leadership tends to dismiss NU Garis Lurus as a fringe group that does not represent the organisation and does not attract many followers. However, it would be a mistake for them to continue dismissing it, given its prominent role during the Jakarta rallies and given that propagation dakwah seminars organised by its affiliated ulama have attracted tens of thousands followers throughout Indonesia. NU already faces criticisms for losing its moral authority in the aftermath of the 4 November and 2 December rallies. It should pay more attention to the challenge from NU Garis Lurus and its activists, as the group could one day change its outlook and worldview. If this happens, NU would be a completely different organisation from the one that is widely-known today. About the Author Alexander R Arifianto PhD is a Research Fellow with the Indonesia Programme, S. Rajaratnam School of International Studies RSIS, Nanyang Technological University, Singapore. This is part of a series.
Oleh M. Alim Khoiri -Menjelang muktamar ke-33 NU yang rencananya akan dilaksanakan di kota Jombang, 1-5 Agustur 2015, sudah banyak pekerjaan rumah yang menanti. Dengan jargon “NKRI harga mati”, NU tak hanya dituntut untuk mampu mengawal keutuhan dan kesatuan negeri tercinta, tetapi juga harus mampu mengatasi persoalan-persoalan kecil rumah tangga’ yang jika terus menerus diabaikan justeru akan merusak kesatuan dan keutuhan internal NU. Kerikil’ terbaru NU saat ini adalah munculnya fenomena “NU Garis Lurus”. Ini mengesankan bahwa ternyata ada juga NU yang tidak lurus. Mirisnya, kelompok yang mengatasnamakan “NU Garis Lurus” ini tak segan-segan mencaci kelompok NU lain yang tak sependapat dengan mereka. Tokoh-tokoh besar NU macam Gus Dur, Profesor Quraish Shihab dan Kang Said pun tak lepas dari serangan mereka. Di dunia maya, “NU Garis Lurus” ini populer melalui media sosial facebook dan jejaring sosial twitter dengan nama akun “NU GARIS LURUS”. Mereka juga terkenal lewat situs yang diasuh oleh ust. Luthfi Bashori. Tak hanya mendaku sebagai pejuang Islam atau NU Garis Lurus, kelompok ini juga mengklaim sebagai etafet pemikiran dakwah Sunan Giri. Gerakan ini, boleh jadi merupakan semacam bentuk tandingan atau perlawanan terhadap faham-faham pemikiran yang mereka anggap sesat macam pluralisme, sekularisme, liberalisme atau faham “Syi’ahisme”. Menurut mereka, faham-faham tersebut tak boleh ada dalam NU, tokoh-tokoh NU yang dianggap memiliki prinsip-prinsip terlarang’ itu tak layak dan tak boleh ada dalam NU. Paradigma “NU Garis Lurus” yang berusaha untuk meluruskan’ NU dari faham-faham yang mereka anggap bengkok ini, sebetulnya sah-sah saja. Hanya, masalahnya ada pada cara berdakwah. Jika kelompok “NU Garis Lurus” ini mengaku sebagai pewaris perjuangan dakwah Sunan Giri, maka mestinya mereka berkaca pada beliau dalam beberapa hal; Pertama, sejarah mencatat bahwa, dakwah Sunan Giri banyak melalui berbagai metode, mulai dari pendidikan, budaya sampai pada politik. Dalam bidang pendidikan misalnya, beliau tak segan mendatangi masyarakat secara langsung dan menyampaikan ajaran Islam. Setelah kondisi dianggap memungkinkan beliau mengumpulkannya melalui acara-acara seperti selametan atau yang lainnya, baru kemudian ajaran Islam disisipkan dengan bacaan-bacaan tahlil maupun dzikir. Dengan begitu, masyarakat melunak hingga pada akhirnya mereka memeluk Islam. Kanjeng Sunan Giri tidak mengenal metode dakwah dengan cara mencela atau bahkan menghina. Kedua, dalam bidang budaya kanjeng Sunan Giri juga memanfaatkan seni pertunjukan yang menarik minat masyarakat. Beliau juga dikenal sebagai pencipta tembang Asmaradhana, Pucung, Cublak-cublak suweng dan Padhang bulan. Lalu tentu saja beliau masukkan nilai-nilai keislaman di dalamnya. Itu semua dilakukan kanjeng Sunan demi tersebarnya ajaran Islam yang damai. Kanjeng Sunan -sekali lagi- tidak mengajarkan metode berdakwah dengan saling mencemooh atau menghujat mereka yang tak sependapat. Ketiga, di bidang politik, kanjeng Sunan Giri dikenal sebagai seorang raja. Dalam menjalankan kekuasaannya, beliau tak pernah berlaku otoriter dan semaunya sendiri. Beliau selalu menggunakan cara-cara persuasif untuk menarik minat masyarakat terhadap ajaran Islam. Beliau tidak mencontohkan strategi dakwah dengan cara mencaci maki mereka yang tidak sefaham. Wa ba’du, Terlepas dari apakah “NU Garis Lurus” ini memang betul-betul berasal dari kalangan nahdliyyin ataukah sekedar ulah oknum yang tak bertanggung jawab, yang jelas supaya betul-betul lurus, “NU Garis Lurus” mesti mengubah gaya dakwahnya yang cenderung ekstrim itu. “NU Garis Lurus” juga harus bisa memahami bahwa di dalam tubuh NU selalu penuh dinamika. Perbedaan pendapat menjadi sesuatu yang biasa dan berbeda jalan pemikiran adalah hal yang niscaya. Jika “NU Garis Lurus” terus bersikukuh dengan strategi kerasnya, maka yang terjadi adalah sebaliknya. Alih-alih mendaku sebagai kelompok “NU Garis Lurus”, yang ada mereka justeru menjadi “NU Garis Keras”. Wallahu a’lam. M. Alim Khoiri, warga NU tinggal di Kediri
daftar ulama nu garis lurus